Letupan-letupan
Ada yang luput kucium dari tubuhmu;
Sisa bising kendaraan dan jejak para pejalan
Mereka jadi embun yang nempel di daun
Jadi kerikil yang terlempar dari alam lain
Ada yang luput kusapu dari tubuhmu;
Bulir keringat dan letupan-letupan isyarat
Mereka tumbuh jadi bahasa tanpa tabiat
Walau seteru kita berjalan kian hebat
Ada yang luput kubelai dari tubuhmu;
Semacam rambut serta pekat kabut
Tubuhku terlempar jauh jadi musyafir
Yang tak cukup nyali masuki hutan tafsir
Ada yang luput kubasuh dari tubuhmu;
Luka dan debu kota yang menggaris di lehermu
Pintu-pintu toko terkatup, jentik embun meletup
Dan sepi membiarkan dirimu sejenak hidup
Ketika tak ada lagi yang luput dari perburuan;
Aku cukup memandangmu dalam remang
Merasakan sunyi yang pecah ke dinding dan tiang
Menanti jejak mencekik lehermu lebih tak karuan
Ketika tak ada lagi yang luput dari perburuan;
Aku telah cukup nyali merambah hutan tafsir
Dirimu akan tinggal sendirian, atau tubuhku
Yang diburu bergantian
DI BERANDA SAJAKMU
Aku membayangkan tubuhku
Seperti pohon di beranda rumahmu
Daun yang kuning, satu-satu jatuh
Di rumput tanpa merasa terbanting
Di beranda itu dan di pohon yang sama
Aku melukis tubuhku seperti rumputmu
Yang lebat menangkup setiap kejatuhan
Daun dari rantingnya
Seperti itu kiranya usia jatuh
Dan menangkup. Meski tak ada gelagat
Yang perlu didebat, atau silsilah kelahiran
Yang perlu diperbincangkan
Di beranda itu, seperti di beranda sajakmu
Keriangan dan ketakutan tumbuh bergantian:
Menjadi tungku juga kayu bakar bagi segala
Musim yang mengakar.
YANG MENCARI TAMASYA
Aku mencarimu ke rak-rak buku
Mencari alamat seseorang yang luput
Dicatat di buku tamu: tapi jelas di puisimu
Ada yang akrab dari sekedar percakapan
Sebuah nama yang diberikan angin, ihwal
Tamu lain dari pintu sajak yang lupa kau
Tutupkan.
Aku mencarimu ke lemari-lemari pakaian
Menata warna risalah dari sekian lipatan
Badan: tapi pengembaraan usai
Sehabis kulit sunyi yang telanjang di pohonnya
Jadi kudapan waktu yang memaksa segalanya
Jadi abadi. Jadi nama di buku tamu berikutnya
AKU MEMBISIKIMU DENGAN TENAGA SISA
Ketika musim dingin datang kepadamu
Ciuman waktu yang dilesatkan kepadaku
Ibarat kayu bakar dari sisa musim dingin
Sebelumnya. Aku tak mungkin menolak
Ketika gairah nyalakmu terus-terusan
Berontak.
Kau bakar apapun. Musim yang terlewatkan
Kau bakar di musim yang lain. Kau panggil
Siapapun bila sepi tak lagi bersahutan gema.
Lalu kita dihangatkan musim berikutnya
Menangkap suara yang datang tiba-tiba.
Dalam kobaranmu aku memasuki tubuh
Masa lalu menutup pintu yang terbuka.
Angin dan debu datang saling mengikat
Dari siulan yang lekat. kemudian melesat
Ia kemanasuka jadi debu di ubin waktu.
Dengarlah, aku membisikimu dengan tenaga
Sisa “Kau selalu tumbuh jadi kuncup api
di mana lengan musim hari ini terasa beku
untuk dimaknai sebagai panas juga sumbu”.
Tapi aku tetap bergolak, selama sunyi-senyapmu
Memuaskan dirinya jadi kediaman yang baru.
Itulah beberapa sajak-sajak ciptaan Bode Riswandi...
# jangan Lupa Comment !!
Waaah .pusi yang sangat hebat..Apalagi orangnya,,tentu saja sangat hebat.. ditunggu puisi selanjutnya mas..thnks
BalasHapusAda lagi niihh gan sedikit isi puisi yang ditulis oleh Bode Riswandi
BalasHapus"
Kekasih, berilah aku buah dada bugar
Buah dada yang memanjang dari Langit-Mu
Langit yang menjadikan api sebagai taman mawar
Bagi Ibrahim
Karya Bode Riswandi "
y nannti saya posting pusi lagi :)
BalasHapusbuat oderisw : sing su.eur
BalasHapus